dynastyelectric.net – Pada 28 April 2025, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kasus dugaan korupsi investasi fiktif di PT Taspen (Persero). Audit tersebut mengungkapkan bahwa negara mengalami kerugian sebesar Rp 1 triliun akibat investasi fiktif yang dilakukan oleh perusahaan pelat merah tersebut. ​

Kronologi Kasus

Kasus ini bermula dari penempatan dana investasi sebesar Rp 1 triliun oleh PT Taspen pada tahun anggaran 2019 ke dalam Reksadana RD I-Next G2 yang dikelola oleh PT Insight Investment Management (PT IIM). Namun, investasi tersebut diduga fiktif dan tidak sesuai dengan prinsip good corporate governance americanlivestock.com. Dalam prosesnya, pemilihan manajer investasi dilakukan sebelum adanya penawaran resmi, yang melanggar peraturan yang berlaku. ​

Tersangka dan Penahanan

KPK telah menetapkan dan menahan dua tersangka utama dalam kasus ini:​

  • Antonius NS Kosasih (ANSK), mantan Direktur Utama PT Taspen.​

  • Ekiawan Heri Primaryanto (EHP), mantan Direktur Utama PT IIM.​

Keduanya diduga melakukan korupsi dalam penempatan investasi tersebut, yang mengakibatkan kerugian keuangan negara. ​

Aliran Dana dan Keuntungan Tidak Sah

Penyidikan KPK mengungkap bahwa penempatan dana investasi tersebut menguntungkan beberapa pihak dan korporasi yang terafiliasi dengan tersangka, antara lain:​

  • PT IIM: Rp 78 miliar​

  • PT VSI: Rp 2,2 miliar​

  • PT PS: Rp 102 juta​

  • PT SM: Rp 44 juta​

Total kerugian keuangan negara akibat tindakan ini mencapai Rp 200 miliar. 

Penyitaan Aset

Sebagai bagian dari upaya pengembalian kerugian negara, KPK telah menyita uang sebesar Rp 150 miliar dari sebuah korporasi swasta yang diduga terkait dengan kasus ini. 

Proses Hukum

Dengan rampungnya perhitungan kerugian negara oleh BPK, KPK menyatakan bahwa penyidikan kasus ini hampir selesai dan akan segera dilimpahkan ke penuntutan untuk proses persidangan. ​

Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana investasi oleh perusahaan milik negara, serta perlunya pengawasan yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang yang dapat merugikan keuangan negara.